Sabtu, 09 Juni 2012

MEMAKNAI KOMPLAIN PELANGGAN


Kaget juga ketika suatu hari mendapatkan telpon dari konsumen suatu instansi yang mengabarkan bahwa buku-buku yang kami kirim rusak penjilidannya. Di hari yang lain, konsumen lain menginfokan bahwa ada kesalahan penulisan nomor telepon di formulir yang mereka pesan dalam jumlah yang tidak sedikit beberapa minggu yang lalu, yang baru juga mereka sadari setelah sampai ke pengguna formulir tersebut. Tidak banyak memang, tapi apapun ini adalah bentuk ketidakpuasan pelanggan. Bagaimana kita harus bersikap terhadap aduan tersebut? Bagaimana kita memaknai keluhan tersebut?

Tindakan kami waktu itu adalah meminta konsumen mengembalikan buku yang telah mereka beli ataupun sisa cetakan yang masih mereka simpan, dan kami akan menukarnya dengan yang baru tanpa tambahan biaya apapun. Namun ternyata, justru mereka kaget dengan keputusan kami. Mereka menyadari bahwa kami jarang sekali menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan pesanan mereka. Tidak biasanya buku-buku kami mbrodholi  alias rusak jilidannya. Untuk itulah mereka sangat loyal pada perusahaan kami, sehingga mereka pun merasa ‘tidak enak’ apabila akan mengembalikannya kepada kami. Akhirnya, dengan pertimbangan tertentu, konsumen buku yang rusak jilidannya tersebut hanya meminta ganti sejumlah nominal tertentu yang akan mereka gunakan untuk menjilid ulang buku tersebut. Sementara itu, konsumen pemilik formulir, hanya meminta kami untuk membuat surat pernyataan saja, yang justru kami tidak memenuhinya. Kami lebih memilih untuk menggantinya dengan cetakan yang baru, walaupun biayanya lebih besar. 

Membuat surat pernyataan biayanya jauh lebih murah daripada mengganti dengan cetakan baru, bahkan hampir tidak berbiaya. Namun hal itu tidak kami lakukan. Kami tidak mau konsumen menyimpan bahkan mengarsip ‘pengakuan kesalahan’ atas produk kami yang tertuang pada surat pernyataan yang kami tandatangani. Positif image lebih berharga secara jangka panjang dibandingkan pengeluaran ekstra untuk mengganti produk tersebut. Itulah alasan utama kenapa lebih baik mengganti produk yang dikomplain konsumen daripada ‘sekedar’ membuat surat pernyataan bahwa ada kesalahan cetak yang kami lakukan. Mengganti produk rusak yang dikomplain pelanggan lebih ‘murah’ dibandingkan jika harus kehilangan aset terbesar perusahaan, yaitu pelanggan itu sendiri.

Pelanggan memiliki berbagai macam perilaku pasca pembelian. Pelanggan yang puas dengan pelayanan kita kemungkinan besar mereka akan diam saja, tetapi tetap membeli produk kita. Selain itu, ada juga yang menyampaikan kepuasannya pada orang lain, sehingga mempengaruhi orang lain untuk membeli produk kita. Namun demikian, mereka akan menyampaikan kepuasannya tidak lebih kepada 3 orang. Sedangkan konsumen yang kecewa dengan produk kita, kemungkinan besar akan menyampaikan kekecewaannya paling tidak kepada 11 orang lainnya. Kalaupun tidak, mereka akan diam saja dan memutuskan untuk tidak membeli lagi ke perusahaan kita. Mereka akan pindah ke pesaing kita, yang akan sulit bagi kita untuk memengaruhinya supaya dapat kembali lagi menggunakan produk-produk kita. Hilanglah kesempatan penjualan kita.

Komplain pelanggan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi perusahaan. Dengan adanya keluhan dari pelanggan, kita akan mengetahui kinerja karyawan bagian produksi, bila yang dikeluhkan adalah kualitas produk perusahaan kita. Dengan adanya komplain, kita dapat memperbaiki kinerja karyawan kita. Komplain pelanggan memicu kita untuk bekerja lebih hati-hati. Komplain pelanggan akan meningkatkan penjualan perusahaan, selama kita mampu mendengarkan dengan seksama dan menyelesaikan secepat mungkin demi kepuasan konsumen kita. Pelanggan puas, kita pun juga akan merasakan kepuasan itu. Untuk itu, tanggapi komplain pelanggan dengan senyuman....semoga bermakna!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar