Senin, 22 Juli 2013

HARUS ETISKAH BISNIS KITA?

Dipublikasikan di HARIAN JOGJA, 23 Juni 2013


Pasti jawabannya ‘ya’! Bila begitu, apakah kita sudah menjalankan bisnis secara etis? Pasti jawabannya tidak semudah menjawab pertanyaan sebelumnya. Faktanya, bagaimana pelaksanaan etika bisnis di Indonesia? Apakah sebagian besar pelaku bisnis di Indonesia berperilaku etis ataukah justru sebaliknya? Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, perlu kita pahami beberapa hal berikut ini.


ALASAN BISNIS HARUS ETIS
Etika bisnis merupakan pedoman dalam menentukan benar tidaknya, baik buruknya, dan bermoral tidaknya suatu tindakan yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Tri Hendro Sigit dalam bukunya “Etika Bisnis Modern” mengemukakan beberapa alasan mendasar tentang perlunya bisnis dijalankan secara etis. Alasan pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan para stakeholders.  Hal ini didasarkan pada kecenderungan orang-orang untuk menjalankan hidup sesuai dengan standar etika yang tinggi dengan harapan akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Jika masyarakat sudah terbiasa dengan kehidupan yang baik dan etis, dengan sendirinya bisnis yang dijalankan juga akan dikelola dengan baik dan etis.
Banyak riset membuktikan bahwa perilaku etis perusahaan akan meningkatkan profitabilitynya. Hal ini sangat masuk akal karena perilaku etis perusahaan akan berdampak munculnya positif image di masyarakat. Dengan image yang baik tersebut maka kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan dan produknya lebih meningkat sehingga akan berdampak pada peningkatan penjualan yang tidak diikuti oleh peningkatan biaya. Dengan demikian akan terjadi peningkatan laba. Inilah alasan kedua mengapa bisnis harus etis.
Adanya keharusan yang ditetapkan suatu negara terhadap para pelaku bisnis untuk mematuhi etika merupakan alasan berikutnya. Selain karena peraturan perundang-undangan, perilaku etis dalam bisnis juga ditujukan untuk mencegah kerugian besar bagi masyarakat dan stakeholders akibat dari tindakan sebuah bisnis. Sebagai contoh adalah pembuangan limbah yang tidak benar akan berakibat negatif pada kehidupan masyarakat sekitar, yang akhirnya akan menciptakan image negatif bagi bisnis kita.
Dalam persaingan bisnis yang ketat seperti saat ini, sebagian besar perusahaan semakin  menyadari bahwa karyawan merupakan aset penting yang sangat menentukan berhasil tidaknya dan bertahan tidaknya perusahaan tersebut dalam persaingan. Kenyataan ini membuat perusahaan untuk semakin memperhatikan hak dan kepentingan karyawan serta berusaha menjaga agar mereka betah bekerja pada perusahaan tersebut. Pemberian gaji yang adil dan layak, penghargaan yang baik, suasana yang nyaman, kepemimpinan yang efektif, dan perlakuan yang adil merupakan beberapa ukuran etis tidaknya bisnis yang kita jalankan. Semakin etis perlakuan kita terhadap karyawan maka semakin besar juga kontribusi yang mereka berikan untuk kemajuan bisnis kita.
Pada dasarnya, tujuan akhir dari penerapan etika bisnis adalah peningkatan laba perusahaan, apapun dasar pertimbangan alasan yang digunakan.

PELAKSANAAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis sebenarnya merujuk pada perilaku pimpinan dan karyawan organisasi, sehingga penerapan etika dalam bisnis dapat dikategorikan menjadi: perilaku terhadap karyawan, perilaku terhadap organisasi, dan perilaku terhadap agen ekonomi lainnya.
Perilaku terhadap karyawan merupakan perilaku pimpinan terhadap bawahannya. Contoh perilaku tidak etis yang sering tidak disadari dilakukan oleh pimpinan adalah meminta karyawan melakukan suatu pekerjaan untuk kepentingan pribadi pimpinan tersebut, menunda hak yang semestinya diberikan kepada karyawan, memperlakukan karyawan dengan semena-mena, atau berperilaku tidak adil terhadap sesama karyawan.
Perilaku terhadap organisasi merupakan perilaku karyawan terhadap pimpinan dan atau perusahaan tempat kerjanya. Fenomena yang sering dibicarakan adalah keberadaan whistle-blower dalam perusahaan kita. Dibalik dampak negatif yang bakalan muncul, sudah semestinyalah pihak perusahaan melakukan introspeksi  diri penyebab timbulnya keberanian seseorang menjadi whistle-blower. Pengelolaan karyawan dengan tepat akan dapat mencegah perilaku tidak etis karyawan terhadap tempat kerjanya.
Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya merupakan perilaku perusahaan terhadap pelanggan, investor, supplier, masyarakat setempat, dan pihak lain yang berkepentingan terhadap maju tidaknya bisnis kita. Ketidakjujuran tentang kualitas produk, penetapan  harga, ataupun promosi merupakan salah satu perilaku pebisnis yang tidak etis. Pelaporan dan pembagian hasil usaha tidak dalam kondisi sebenarnya merupakan salah satu contoh perilaku tidak etis terhadap investor.

FAKTA PELAKU BISNIS DI INDONESIA
Hasil survey Indonesian Procurement Watch  (IPW) pada tahun 2011 terungkap  bahwa 92,7% dari 550 responden di Jabodetabek pernah melakukan suap kepada pemerintah dan 97,3% responden harus menyuap agar bisa menang tender proyek pengadaan barang/jasa publik. Data tersebut merupakan salah satu realitas bad governance yang disampaikan dalam acara seminar-lokakarya ”Internalisasi Sistem Integritas dan good corporate governance” yang saya hadiri beberapa waktu yang lalu. Namun demikian, pastilah mereka punya alasan tertentu mengapa harus melakukan penyuapan.
Beberapa kasus lainnya masih melekat dalam ingatan kita, diantaranya perseteruan antara sebuah RS dengan salah satu pasiennya yang memancing simpati masyarakat terhadap pasien tersebut, kasus pembobolan uang nasabah bank tertentu yang dilakukan oleh karyawannya, kasus LAPINDO yang membawa dampak besar bagi masyarakat sekitar, dan masih banyak lagi kasus-kasus pelanggaran etika dalam berbisnis.
Oleh karena hidup itu adalah pilihan, maka kita harus tentukan dari sekarang, apakah bisnis kita akan kita lakukan secara etis ataukah tidak. Semoga bermakna!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar